Selain sebagai makhluk individu, manusia juga merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup tanpa orang lain. Sebagai makhluk sosial, manusia akan berkembang jika berada dalam kehidupan sosial yag tepat dan berinteraksi dengan orang lain. Perkembangan individu atau kelompok di dalam lingkungan sosial dapat terwujud melalui interaksi yang positif di antara sesamanya. Timbal balik positif antar manusia hanya akan terwujud melalui proses sosialisasi.
Secara sederhana, sosialisasi dapat diartikan sebagai suatu proses penanaman nilai-nilai atau norma yang berlaku di lingkungan keluarga atau kelompok masyarakat. Proses sosialisasi secara berkesinambungan menjadi tolak ukur pembentukan sikap atau perilaku individu atau kelompok.
Terciptanya lingkungan masyarakat yang ramah, berbudi luhur, dan saling menghargai satu sama lainnya tidak terlepas dari peranan sosialisasi. Setiap keluarga pada dasarnya akan berusaha untuk menanamkan nilai-nilai yang baik kepada setiap anggotanya.
Para orangtua mengajarkan anak-anak mereka untuk menghormati orang yang lebih tua, menghargai orang lain, bersikap ramah, jujur, rajin beribadah, dan sebagainya. Keberhasilan tiap-tiap orang dalam melakukan sosialisasi tentu berbeda-beda dan perbedaan itulah yang secara tidak langsung membentuk kepribadian seseorang.
Perilaku seseorang di lingkungan sosialnya seringkali menjadi cerminan keluarganya. Hal ini terjadi karena keluarga adalah kelompok sosial pertama yang paling awal membentuk keperibadian seseorang. Di dalam keluargalah individu pertama kali mempelajari nilai-nilai sebelum akhirnya terlibat dalam kehidupan sosial yang lebih luas.
Proses sosialisasi merupakan suatu tahapan dalam pembentukan sikap atau perilaku individu sesuai dengan nilai atau norma yang berlaku dalam keluarga atau kelompok masyarakat. Masing-masing kelompok mempunyai nilai-nilai dan norma yang berlaku dan adakalanya nilai tersebut berbeda satu sama lainnya.
Menurut Krathwohi (1981), sosilaisasi adalah proses yang mengusahakan seseorang menjadi peka terhadap rangsangan masyarakatnya dan menyesuaikan diri serta berperilaku seperti orang lain dalam masyarakat kelompoknya atau kebudayaannya. Setiap individu harus menyesuaikan diri dengan nilai dan norma yang berlaku di tempat ia berada.
Menurut Robert MZ (1985), sosialisasi adalah proses mempelajari nilai, norma, peran, dan semua persyaratan lainnya yang diperlukan untuk memungkinkan partisifasi yang efektif dalam kehidupan sosial. Jadi, melalui sosialisasi tiap-tiap individu akan mempelajari nilai-nilai yang berlaku di masyarakat agar dapat berinteraksi dengan efektif.
Menurut Laurence (1988), sosialisasi adalah proses pendidikan atau latihan seseorang yang belum berpengalaman dalam suatu kebudayaan belajar dan berusaha menguasai kebudayaan sebagai aspek perilakunya. Sosialisasi pada dasarnya akan membentuk perilaku individu.
Berdasarkan pendapat-pendapat tokoh tersebut, maka dapat kita tarik kesimpulan bahwa proses sosialisai bertujuan untuk mengajarkan dan menanamkan nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat agar masing-masing individu dapat berperilaku sesuai dengan nilai yang berlaku.
Proses sosialisasi secara garis besar dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu proses sosialisasi primer dan proses sosialisasi sekunder.
Proses sosialisasi di dalam keluarga bertujuan untuk menanamkan perilaku-perilaku positif kepada seluruh anggota keluarga sehingga mereka dapat tumbuh dengan perilaku yang sesuai dengan harapan masyarakat.
Proses sosialisasi primer merupakan proses awal yang sangat penting dalam pembentukan karakter individu sebab di dalam keluargalah seseorang pertama kali mempelajari nilai-nilai. Jika keluarga tempat ia tumbuh menanamkan nilai-nilai positif dan berperilaku baik, maka sesorangan akan cenderung berperilaku baik.
Sebaliknya, jika nilai-nilai dan perilaku yang ditunjukkan di dalam keluarga tidak baik atau tidak ada upaya dalam hal ini orangtua untuk menanamkan nilai-nilai positif, maka seorang anak akan cenderung meniru perilaku buruk orang-orang di dalam keluarganya.
Tidak adanya upaya dalam menanamkan nilai-nilai dan perilaku positif kepada anak-anak di lingkungan keluarga akan menyebabkan mereka menyerap seluruh nilai yang mereka lihat tidak peduli baik atau buruk sehingga mereka akan cenderung sulit untuk berperilaku sesuai dengan lingkungan masyarakatnya.
Pengaruh dari kebiasaan perilaku sehari-hari di dalam keluarga merupakan proses sosialisasi yang bersifat aplikatif. Artinya, anak akan cenderung mengaplikasikan perilaku atau nilai yang mereka pelajari dari keluarga ke lingkungan masyarakat.
Jadi, jika anak tumbuh dalam keluarga yang selalu menanamkan nilai dan perilaku positif, maka anak akan cenderung mempunyai perilaku yang positif. Pengalaman yang anak dapatkan dalam keluarga akan menjadi modal bagi mereka untuk sosialisasi yang lebih luas yaitu di lingkungan masyarakat.
Proses sosialisasi sekunder berlangsung selama hidup seseorang. Sosialisasi sekunder pada dasarnya bertujuan agar masing-masing individu dapat selalu menyesuaikan diri dan berperilaku sesuai dengan nilai-nilai dan norma yang dianut di lingkungannya.
Ketika seorang anak mulai terjun dan terlibat dalam kehidupan sosial, maka secara tidak langsung karakter atau keperibadian anak akan dipengaruhi oleh lingkungan. Lingkungan sosial yang menanamkan nilai-nilai positif akan membentuk perilaku yang positif.
Sebaliknya, jika anak berada di lingkungan sosial yang tidak menanamkan nilai-nilai positif dan cenderung berperilaku menyimpang, maka anak akan cenderung meniru nilai tersebut dan mulai berperilaku menyimpang yang tidak sesuai dengan nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat pada umumnya.
Ketika seorang anak memasuki dunia pendidikan dan mempunyai lingkungan teman sepermainan, maka lingungan sepermainan akan memberikan pengaruh yang relatif besar terhadap perkembangan karakter anak. Seseorang akan cenderung meniru dan berperilaku seperti orang-orang disekitarnya.
Proses sosialisasi sekunder sangat dibutuhkan karena proses tersebut akan melengkapi dan menyempurnakan segala hal yang tidak dapat ditangani oleh keluarga atau untuk menyempurnakan pembelajaran yang telah diterima melalui proses sosialisasi primer.
Sebagai contoh, seorang anak diajarkan oleh orangtua untuk menghargai orang lain. Secara teori anak memahami nilai yang diajarkan oleh orangtua. Akan tetapi, aplikasi dari pengajaran tersebut akan terlihat ketika sang anak terun langsung ke dalam lingkungan sosial. Di lingkungan, anak akan melihat dan mempratikkan nilai-nilai yang telah atau sedang ia pelajari.
Proses sosialisasi sekunder dapat diterima melalui pendidikan formal di sekolah atau pendidikan nonformal di lingkungan masyarakat. Pendidikan dan pengalaman hidup akan menjadi keseluruhan proses sosialisasi sekunder yang pada akhirnya dapat membentuk atau mengubah keperibadian seseorang.
Secara sederhana, sosialisasi dapat diartikan sebagai suatu proses penanaman nilai-nilai atau norma yang berlaku di lingkungan keluarga atau kelompok masyarakat. Proses sosialisasi secara berkesinambungan menjadi tolak ukur pembentukan sikap atau perilaku individu atau kelompok.
Terciptanya lingkungan masyarakat yang ramah, berbudi luhur, dan saling menghargai satu sama lainnya tidak terlepas dari peranan sosialisasi. Setiap keluarga pada dasarnya akan berusaha untuk menanamkan nilai-nilai yang baik kepada setiap anggotanya.
Para orangtua mengajarkan anak-anak mereka untuk menghormati orang yang lebih tua, menghargai orang lain, bersikap ramah, jujur, rajin beribadah, dan sebagainya. Keberhasilan tiap-tiap orang dalam melakukan sosialisasi tentu berbeda-beda dan perbedaan itulah yang secara tidak langsung membentuk kepribadian seseorang.
Perilaku seseorang di lingkungan sosialnya seringkali menjadi cerminan keluarganya. Hal ini terjadi karena keluarga adalah kelompok sosial pertama yang paling awal membentuk keperibadian seseorang. Di dalam keluargalah individu pertama kali mempelajari nilai-nilai sebelum akhirnya terlibat dalam kehidupan sosial yang lebih luas.
Proses sosialisasi merupakan suatu tahapan dalam pembentukan sikap atau perilaku individu sesuai dengan nilai atau norma yang berlaku dalam keluarga atau kelompok masyarakat. Masing-masing kelompok mempunyai nilai-nilai dan norma yang berlaku dan adakalanya nilai tersebut berbeda satu sama lainnya.
Pengertian Sosialisasi Menurut Tokoh
Menurut Guire (1974), sosialisasi adalah proses penyajian kemungkinan-kemungkinan perilaku perorangan dengan sanksi positif atau negatif yang akan menyebabkan penerimaan atau penolakan oleh orang lain. Jika proses sosialisasi berjalan dengan baik dan benar, maka kemungkinan besar perilaku individu akan diterima dengan baik oleh lingkungan sosialnya.Menurut Krathwohi (1981), sosilaisasi adalah proses yang mengusahakan seseorang menjadi peka terhadap rangsangan masyarakatnya dan menyesuaikan diri serta berperilaku seperti orang lain dalam masyarakat kelompoknya atau kebudayaannya. Setiap individu harus menyesuaikan diri dengan nilai dan norma yang berlaku di tempat ia berada.
Menurut Robert MZ (1985), sosialisasi adalah proses mempelajari nilai, norma, peran, dan semua persyaratan lainnya yang diperlukan untuk memungkinkan partisifasi yang efektif dalam kehidupan sosial. Jadi, melalui sosialisasi tiap-tiap individu akan mempelajari nilai-nilai yang berlaku di masyarakat agar dapat berinteraksi dengan efektif.
Menurut Laurence (1988), sosialisasi adalah proses pendidikan atau latihan seseorang yang belum berpengalaman dalam suatu kebudayaan belajar dan berusaha menguasai kebudayaan sebagai aspek perilakunya. Sosialisasi pada dasarnya akan membentuk perilaku individu.
Berdasarkan pendapat-pendapat tokoh tersebut, maka dapat kita tarik kesimpulan bahwa proses sosialisai bertujuan untuk mengajarkan dan menanamkan nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat agar masing-masing individu dapat berperilaku sesuai dengan nilai yang berlaku.
Proses sosialisasi secara garis besar dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu proses sosialisasi primer dan proses sosialisasi sekunder.
Proses Sosialisasi Primer
Sosialisasi primer adalah proses penanaman nilai-nilai dan norma atau pembentukan karakter individu yang terjadi di lingkungan keluarga. Dalam hal ini keluargalah yang berperan penting dalam keberhasilan sosialisasi. Orangtualah yang bertanggung jawab untuk meastikan proses sosialisasi primer berlangsung dengan baik.Proses sosialisasi di dalam keluarga bertujuan untuk menanamkan perilaku-perilaku positif kepada seluruh anggota keluarga sehingga mereka dapat tumbuh dengan perilaku yang sesuai dengan harapan masyarakat.
Proses sosialisasi primer merupakan proses awal yang sangat penting dalam pembentukan karakter individu sebab di dalam keluargalah seseorang pertama kali mempelajari nilai-nilai. Jika keluarga tempat ia tumbuh menanamkan nilai-nilai positif dan berperilaku baik, maka sesorangan akan cenderung berperilaku baik.
Sebaliknya, jika nilai-nilai dan perilaku yang ditunjukkan di dalam keluarga tidak baik atau tidak ada upaya dalam hal ini orangtua untuk menanamkan nilai-nilai positif, maka seorang anak akan cenderung meniru perilaku buruk orang-orang di dalam keluarganya.
Tidak adanya upaya dalam menanamkan nilai-nilai dan perilaku positif kepada anak-anak di lingkungan keluarga akan menyebabkan mereka menyerap seluruh nilai yang mereka lihat tidak peduli baik atau buruk sehingga mereka akan cenderung sulit untuk berperilaku sesuai dengan lingkungan masyarakatnya.
Pengaruh dari kebiasaan perilaku sehari-hari di dalam keluarga merupakan proses sosialisasi yang bersifat aplikatif. Artinya, anak akan cenderung mengaplikasikan perilaku atau nilai yang mereka pelajari dari keluarga ke lingkungan masyarakat.
Jadi, jika anak tumbuh dalam keluarga yang selalu menanamkan nilai dan perilaku positif, maka anak akan cenderung mempunyai perilaku yang positif. Pengalaman yang anak dapatkan dalam keluarga akan menjadi modal bagi mereka untuk sosialisasi yang lebih luas yaitu di lingkungan masyarakat.
Proses Sosialisasi Sekunder
Sosialisasi sekunder merupakan proses penanaman nilai-nilai dan norma atau pembentukan karakter yang terjadi di luar lingkungan keluarga. Proses sosialisasi sekunder akan berlangsung begitu anak terjun dalam lingkungan sosial dimulai dari teman sepermainan, sekolah, hingga organisasi.Proses sosialisasi sekunder berlangsung selama hidup seseorang. Sosialisasi sekunder pada dasarnya bertujuan agar masing-masing individu dapat selalu menyesuaikan diri dan berperilaku sesuai dengan nilai-nilai dan norma yang dianut di lingkungannya.
Ketika seorang anak mulai terjun dan terlibat dalam kehidupan sosial, maka secara tidak langsung karakter atau keperibadian anak akan dipengaruhi oleh lingkungan. Lingkungan sosial yang menanamkan nilai-nilai positif akan membentuk perilaku yang positif.
Sebaliknya, jika anak berada di lingkungan sosial yang tidak menanamkan nilai-nilai positif dan cenderung berperilaku menyimpang, maka anak akan cenderung meniru nilai tersebut dan mulai berperilaku menyimpang yang tidak sesuai dengan nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat pada umumnya.
Ketika seorang anak memasuki dunia pendidikan dan mempunyai lingkungan teman sepermainan, maka lingungan sepermainan akan memberikan pengaruh yang relatif besar terhadap perkembangan karakter anak. Seseorang akan cenderung meniru dan berperilaku seperti orang-orang disekitarnya.
Proses sosialisasi sekunder sangat dibutuhkan karena proses tersebut akan melengkapi dan menyempurnakan segala hal yang tidak dapat ditangani oleh keluarga atau untuk menyempurnakan pembelajaran yang telah diterima melalui proses sosialisasi primer.
Sebagai contoh, seorang anak diajarkan oleh orangtua untuk menghargai orang lain. Secara teori anak memahami nilai yang diajarkan oleh orangtua. Akan tetapi, aplikasi dari pengajaran tersebut akan terlihat ketika sang anak terun langsung ke dalam lingkungan sosial. Di lingkungan, anak akan melihat dan mempratikkan nilai-nilai yang telah atau sedang ia pelajari.
Proses sosialisasi sekunder dapat diterima melalui pendidikan formal di sekolah atau pendidikan nonformal di lingkungan masyarakat. Pendidikan dan pengalaman hidup akan menjadi keseluruhan proses sosialisasi sekunder yang pada akhirnya dapat membentuk atau mengubah keperibadian seseorang.
0 comments :
Post a Comment