Proses sosialisasi yang dijalani oleh individu baik dalam keluarga maupun dari lingkungan pada akhirnya membentuk perilaku dan keperibadian individu sehingga pada aplikasinya setiap individu diharapkan dapat berinteraksi dengan kehidupan sosial sesuai dengan perannya yaitu sebagai anggota masayrakat.
Secara sederhana, peran dapat diartikan sebagai suatu tindakan atau tugas yang diemban oleh setiap individu di dalam lingkungannya. Setiap individu mempunyai perannya masing-masing. Agar kehidupan sosial dapat berlangsung dengan baik, maka setiap individu harus bersikap sesuai dengan perannya.
Peran manusia di dalam lingkungan tidak terlepas dari status sosialnya. Adakalanya seseorang memperoleh peran berdasarkan status sosialnya di masyarkat. Adapula yang memposisikan diri untuk berperan sesuai dengan nilai-nilai yang ia peroleh.
Setiap individu harus dapat berperan sesuai dengan posisi atau kedudukannya agar kehidupan dapat berlangsung dan berkembang. Seorang Ayah harus mampu berperan sebagai kepala keluarga dan bertugas untuk menafkahi dan melindungi keluarganya.
Begitu pula halnya dengan seorang anak. Anak harus mampu berperan sebagaimana layaknya seorang anak menghargai kedua orangtua, membantu orangtua, dan melakukan kegiatan-kegiatan sesuai dengan usianya.
Ketika seseorang menyimpang dari peran yang seharusnya ia lakukan, maka akan ada sanksi negatif yang datang dari lingkungan sekitar berupa penolakan ataupun hukuman.
Akan tetapi, adakalanya seseorang melakukan peran yang seharusnya tidak ia lakukan karena suatu alasan tertentu yang memposisikan dirinya ke kondisi tersebut. Dalam keadaan seperti itu, reaksi yang timbul akan sangat bergantung pada nilai yang dianut oleh masyarakat.
Dengan kata lain, Robert mengatakan bahwa peran merupakan pola perilaku yang disesuaikan dengan posisi seseorang. Ketika berada di rumah, seoang ayah berperan sebagai kepala keluarga. Ketika berada di kantor, ayah yang menjabat sebagai manager berperan sebagai maneger.
Menurut Robbins (1996), peran adalah seperangkat pola perilaku atau tindakan yang diharapkan berkaitan pada seseorang yang menduduki suatu posisi tertentu dalam suatu satuan sosial.
Masih sama dengan Robert, menurut Robbins peran sesorang dalam lingkungan sosial ditentukan berdasarkan posisinya di lingkungan tersebut. Seorang ketua kelas diharapakn berperan untuk mengatur dan memimpin kelas, seorang guru berperan sebagai pendidik, dan sebagainya.
Dalam setiap peran, ada hak dan kewajiban. Masing-masing individu harus menghargai hak dan kewajiban sesama. Suatu peran hanya akan berjalan dengan baik jika hak dan kewajiban berada dalam keadaan seimbang.
Secara garis besar, status sosial dapat dibedakan menjadi dua sifat yaitu status objektif dan status subjektif. Status objektif merupakan status yang didasari oleh hak dan kewajiban secara hirarki sesuai dengan struktur formal suatu organisasi.
Status subjektif merupakan kedudukan yang dimiliki oleh seseorang berdasarkan hasil penilaian orang lain terhadap dirinya. Seseorang bisa saja memiliki status obejktif dan status subjektif yang berbeda-beda.
Sebagai contoh, seorang pemimpin perusahaan mempunyai posisi atau kedudukan yang tinggi di perusahaannya. Tetapi, karena kinerja yang buruk dan prestasi yang minim, pemimpin tersebut dianggap kurang berhasil dibanding pegawai yang ia pimpin.
Sebaliknya, seorang pegawai kecil yang bekerja di bawah pimpinan manajer mungkin akan dipandang lebih berhasil karena ia memiliki mutu pribadi dan prestasi yang jauh lebih baik. Prestasi dan mutu pribadi yang ia miliki menempatkannya pada status yang lebih dihargai.
Kriteria I : Kelahiran
Kriteria pertama yang dapat menentukan status sosial sesorang adalah kelahiran. Adakalanya seseorang mendapatkan status sosial yang tinggi dalam kelas tertentu karena ia lahir dari keluarga yang terpandang misalnya keluarga bangsawan, keturunan raja, dan sebagainya.
Dalam lingkungan masyarakat tertentu, pada umumnya seorang anak yang lahir dari keluarga yang terpandang akan langsung memiliki status sosial yang lebih tinggi dibandingkan anak yang lahir dari keluarga lain yang tidak terpandang.
Status sosial berdasarkan kelahiran akan terus berjalan seiring dengan waktu. Status tersebut bisa saja bertahan dalam waktu yang lama atau bisa pula berubah akibat kriteria-kriteria lain yang lebih menonjol.
Sebagai contoh, seorang anak yang lahir dari keluarga kurang mampu dan tidak terpandang secara umum memperoleh status sosial yang rendah, namun seiring dengan berjalannya waktu, karena prestasi dan kualitas diri, akhirnya anak tersebut memperoleh status sosial yang lebih baik dari anak keturunan bangsawan.
Kriteria II : Kualitas Pribadi
Kriteria selanjutnya yang menentukan tinggi rendahnya status sosial seseorang adalah mutu atau kulaitas pribadi. Kualitas pribadi merupakan nilai lebih yang dimiliki oleh individu meliputi karakter, keperibadian, usia, dan perilaku.
Seseorang dapat memperoleh status sosial yang tinggi dari orang lain karena ia dipandang sebagai orang yang bijak, berkeperibadian luhur, berusia lanjut, pandai, kuat, atau hanya karena ia orang yang baik.
Kualitas pribadi sering dijadikan patokan dalam proses seleksi tenaga kerja. Adanya seleksi untuk melihat kualitas pribadi seorang pelamar, menunjukkan bahwa kualitas pribadi menjadi tolak ukur tersendiri dalam menentukan status sosial seseorang.
Kriteria III : Prestasi
Selain kualitas diri dan etika, prestasi juga menjadi salah satu kriteria yang menentukan tinggi rendahnya status sosial seseorang di lingkungan masyarakat. Seseorang yang mempunyai prestasi cemerlang di bidang tertentu akan dipandang lebih baik oleh orang lain.
Contoh sederhana, seorang murid yang mempunyai prestasi akademik membanggakan dan sering menjuarai kompetisi tingkat nasional, akan memiliki status sosial yang lebih tinggi di lingkungan sekolahnya. Berkat prestasi tersebut, biasanya murid berprestasi akan memperoleh keistimewan tertentu seperti beasiswa, seleksi tanpa testing, dan sebagainya.
Kriteria IV : Pemilikan
Kriteria pemilikan didasarkan pada nilai prespektif pertukaran sesuatu kepemilikan. Seseorang akan cenderung memperoleh status sosial tinggi secara subjektif dari orang lain ketika orang tersebut bermaksud atau merasa mendapatkan sesuatu darinya.
Kriteria V : Otoritas
Otoritas atau kekuasaan merupakan salah satu kriteria yang paling umum digunakan dalam menentukan status sosial secara subjektif. Otoritas merupakan kekuasan sah sehingga diterima oleh masyarakat secara umum tanpa perlawanan.
Tingkat otoritas yang dimiliki oleh seseorang berbanding lurus dengan status sosial yang ia miliki. Semakin tinggi otoirtas yang dimiliki, maka akan semakin tinggi pula status sosialnya. Begitupula sebaliknya, orang yang mempunyai otoritas rendah cenderung mempunyai status sosial rendah.
Karena penilaian berdasarkan otoritas, maka status sosial yang diperoleh dari otoritas akan berubah (naik atau turun) sesuai dengan perubahan otoritasnya. Ketika tidak menjadi pejabat tinggi, maka subjektif otoritasnya akan turun.
Secara sederhana, peran dapat diartikan sebagai suatu tindakan atau tugas yang diemban oleh setiap individu di dalam lingkungannya. Setiap individu mempunyai perannya masing-masing. Agar kehidupan sosial dapat berlangsung dengan baik, maka setiap individu harus bersikap sesuai dengan perannya.
Peran manusia di dalam lingkungan tidak terlepas dari status sosialnya. Adakalanya seseorang memperoleh peran berdasarkan status sosialnya di masyarkat. Adapula yang memposisikan diri untuk berperan sesuai dengan nilai-nilai yang ia peroleh.
Setiap individu harus dapat berperan sesuai dengan posisi atau kedudukannya agar kehidupan dapat berlangsung dan berkembang. Seorang Ayah harus mampu berperan sebagai kepala keluarga dan bertugas untuk menafkahi dan melindungi keluarganya.
Begitu pula halnya dengan seorang anak. Anak harus mampu berperan sebagaimana layaknya seorang anak menghargai kedua orangtua, membantu orangtua, dan melakukan kegiatan-kegiatan sesuai dengan usianya.
Ketika seseorang menyimpang dari peran yang seharusnya ia lakukan, maka akan ada sanksi negatif yang datang dari lingkungan sekitar berupa penolakan ataupun hukuman.
Akan tetapi, adakalanya seseorang melakukan peran yang seharusnya tidak ia lakukan karena suatu alasan tertentu yang memposisikan dirinya ke kondisi tersebut. Dalam keadaan seperti itu, reaksi yang timbul akan sangat bergantung pada nilai yang dianut oleh masyarakat.
Pengertian Peran Menurut Tokoh
Menurut Robert (1985), peran adalah pola perilaku yang diharapakan dari seseorang yang memiliki status atau posisi tertentu dalam organisasi seperti keluarga, perusahaan, komunitas, sekolah, dan sebagainya.Dengan kata lain, Robert mengatakan bahwa peran merupakan pola perilaku yang disesuaikan dengan posisi seseorang. Ketika berada di rumah, seoang ayah berperan sebagai kepala keluarga. Ketika berada di kantor, ayah yang menjabat sebagai manager berperan sebagai maneger.
Menurut Robbins (1996), peran adalah seperangkat pola perilaku atau tindakan yang diharapkan berkaitan pada seseorang yang menduduki suatu posisi tertentu dalam suatu satuan sosial.
Masih sama dengan Robert, menurut Robbins peran sesorang dalam lingkungan sosial ditentukan berdasarkan posisinya di lingkungan tersebut. Seorang ketua kelas diharapakn berperan untuk mengatur dan memimpin kelas, seorang guru berperan sebagai pendidik, dan sebagainya.
Dalam setiap peran, ada hak dan kewajiban. Masing-masing individu harus menghargai hak dan kewajiban sesama. Suatu peran hanya akan berjalan dengan baik jika hak dan kewajiban berada dalam keadaan seimbang.
Pengertian Status Sosial
Status sosial adalah posisi atau kedudukan yang didefenisikan secara sosial diberikan orang lain kepada kelompok atau anggota kelompok. Dengan kata lain, status sosial seseorang bergantung pada penilaian masyarakat berdasarkan aspek tertentu yang menjadi pertimbangan.Secara garis besar, status sosial dapat dibedakan menjadi dua sifat yaitu status objektif dan status subjektif. Status objektif merupakan status yang didasari oleh hak dan kewajiban secara hirarki sesuai dengan struktur formal suatu organisasi.
Status subjektif merupakan kedudukan yang dimiliki oleh seseorang berdasarkan hasil penilaian orang lain terhadap dirinya. Seseorang bisa saja memiliki status obejktif dan status subjektif yang berbeda-beda.
Sebagai contoh, seorang pemimpin perusahaan mempunyai posisi atau kedudukan yang tinggi di perusahaannya. Tetapi, karena kinerja yang buruk dan prestasi yang minim, pemimpin tersebut dianggap kurang berhasil dibanding pegawai yang ia pimpin.
Sebaliknya, seorang pegawai kecil yang bekerja di bawah pimpinan manajer mungkin akan dipandang lebih berhasil karena ia memiliki mutu pribadi dan prestasi yang jauh lebih baik. Prestasi dan mutu pribadi yang ia miliki menempatkannya pada status yang lebih dihargai.
Kriteria Penentu Status Sosial Subjektif
Menurut ahli sosiologi, Talcott Parson, ada lima kriteria yang menjadi pertimbangan dalam menentukan tinggi rendahnya status sosial seseorang secara subjektif. Kelima kriteria tersebut bersifat tidak konsisten dan sangat bergantung pada sudut pandang masyarakat.Kriteria I : Kelahiran
Kriteria pertama yang dapat menentukan status sosial sesorang adalah kelahiran. Adakalanya seseorang mendapatkan status sosial yang tinggi dalam kelas tertentu karena ia lahir dari keluarga yang terpandang misalnya keluarga bangsawan, keturunan raja, dan sebagainya.
Dalam lingkungan masyarakat tertentu, pada umumnya seorang anak yang lahir dari keluarga yang terpandang akan langsung memiliki status sosial yang lebih tinggi dibandingkan anak yang lahir dari keluarga lain yang tidak terpandang.
Status sosial berdasarkan kelahiran akan terus berjalan seiring dengan waktu. Status tersebut bisa saja bertahan dalam waktu yang lama atau bisa pula berubah akibat kriteria-kriteria lain yang lebih menonjol.
Sebagai contoh, seorang anak yang lahir dari keluarga kurang mampu dan tidak terpandang secara umum memperoleh status sosial yang rendah, namun seiring dengan berjalannya waktu, karena prestasi dan kualitas diri, akhirnya anak tersebut memperoleh status sosial yang lebih baik dari anak keturunan bangsawan.
Kriteria II : Kualitas Pribadi
Kriteria selanjutnya yang menentukan tinggi rendahnya status sosial seseorang adalah mutu atau kulaitas pribadi. Kualitas pribadi merupakan nilai lebih yang dimiliki oleh individu meliputi karakter, keperibadian, usia, dan perilaku.
Seseorang dapat memperoleh status sosial yang tinggi dari orang lain karena ia dipandang sebagai orang yang bijak, berkeperibadian luhur, berusia lanjut, pandai, kuat, atau hanya karena ia orang yang baik.
Kualitas pribadi sering dijadikan patokan dalam proses seleksi tenaga kerja. Adanya seleksi untuk melihat kualitas pribadi seorang pelamar, menunjukkan bahwa kualitas pribadi menjadi tolak ukur tersendiri dalam menentukan status sosial seseorang.
Kriteria III : Prestasi
Selain kualitas diri dan etika, prestasi juga menjadi salah satu kriteria yang menentukan tinggi rendahnya status sosial seseorang di lingkungan masyarakat. Seseorang yang mempunyai prestasi cemerlang di bidang tertentu akan dipandang lebih baik oleh orang lain.
Contoh sederhana, seorang murid yang mempunyai prestasi akademik membanggakan dan sering menjuarai kompetisi tingkat nasional, akan memiliki status sosial yang lebih tinggi di lingkungan sekolahnya. Berkat prestasi tersebut, biasanya murid berprestasi akan memperoleh keistimewan tertentu seperti beasiswa, seleksi tanpa testing, dan sebagainya.
Kriteria IV : Pemilikan
Kriteria pemilikan didasarkan pada nilai prespektif pertukaran sesuatu kepemilikan. Seseorang akan cenderung memperoleh status sosial tinggi secara subjektif dari orang lain ketika orang tersebut bermaksud atau merasa mendapatkan sesuatu darinya.
Kriteria V : Otoritas
Otoritas atau kekuasaan merupakan salah satu kriteria yang paling umum digunakan dalam menentukan status sosial secara subjektif. Otoritas merupakan kekuasan sah sehingga diterima oleh masyarakat secara umum tanpa perlawanan.
Tingkat otoritas yang dimiliki oleh seseorang berbanding lurus dengan status sosial yang ia miliki. Semakin tinggi otoirtas yang dimiliki, maka akan semakin tinggi pula status sosialnya. Begitupula sebaliknya, orang yang mempunyai otoritas rendah cenderung mempunyai status sosial rendah.
Karena penilaian berdasarkan otoritas, maka status sosial yang diperoleh dari otoritas akan berubah (naik atau turun) sesuai dengan perubahan otoritasnya. Ketika tidak menjadi pejabat tinggi, maka subjektif otoritasnya akan turun.
0 comments :
Post a Comment