Nayla berbaring di atas tempat tidur dan berusaha keras untuk mengontrol fikirannya yang semakin liar. Masih jelas teringat tatapan dan senyuman dari seorang pria yang ia temui sore tadi secara diam-diam. Dian memperhatikan tingkah Nayla secara seksama dan seperti seorang cenayang, gadis itu bisa menebak apa yang sedang difikirkan Nayla.
Dian menepuk bahu Nayla dan segera berteriak tepat di dekat telinganya. Nayla yang sedang berkonsentrasi pun tersentak dan dengan cepat menutup telinganya. Ia segera bangkit dan mencoba untuk meraih Dian yang berdiri siaga di depan tempat tidur sembari tersenyum.
Dian tertawa geli melihat ekspresi wajah Nayla yang konyol. Tentu saja kebiasaan Dian membaca fikiran membuat Nayla malu dan bertingkah seperti seorang gadis yang tertangkap basah sedang curi perhatian kepada seorang pria. Wajahnya memerah dan sebisa mungkin ia menyembunyikannya.
"Dian!! Apaan sih? Ngagetin deh!" repet Nayla.
Nayla kembali menjatuhkan badannya ke tempat tidur saat Dian bergerak menghindar. Tak berapa lama, Dian pun membantingkan badannya tepat di sebelah Nayla. Dengan gerakan yang gesit ia menggelitik pinggang Nayla sehingga membuat gadis itu berteriak dan menggeliat seperti ulat.
"Hayoooo,,,, ketemuan sama siapa tadi?"
"Kamu nguntitin aku ya?" repet Nayla.
"Nguntit? Situ oke?" ejek Dian sambil mengangkat beberapa helai rambut Nayla hingga setinggi tangannya.
Nayla menatap ke atas tepat pada ujung rambutnya yang terjepit di antara jemari Dian. Gadis itu mengerutkan dahi dan memonyongkan bibirnya. Dian melepaskan rambut Nayla dan berdehem. Ia menatap langit-langit kamar yang warnanya sudah mulai memudar.
"Kapan sih langit-langit berwarna cerah?" celetuknya.
"Langit?" tanya Nayla heran.
"Ya, langit! Kau tidak lihat betapa pilunya warna langit di kamar kita tercinta ini? Warnanya mengurung jiwa dua gadis malang dalam kesunyian."
"Hellle! pertama, ini bukan kamar gue. Kedua, gue bukan gadis yang malang."
Nayla menjulurkan lidahnya sepanjang mungkin dan segera menariknya kembali saat Dian menggerakkan tangan ke arahnya. Dian meremas wajah Nayla dan mengacak-acak rambutnya yang sudah semakin berantakan.
"Tapi serius deh Dian, kamu gak nguntitin aku kan tadi sore?"
"Kagak!!" wajah Dian berubah serius.
"Cius?" balas Nayla sambil memperlihatkan wajah sok imut.
"Cius!!" Dian juga tak mau kalah.
"Mi apa??"
"Demi loe sama temen-temen loe di ragunan!!" sambung Dian jijik.
Nayla tertawa geli dan menepuk jidat Dian yang masih terus mempertahankan wajah jijiknya. Kedua gadis itu terus berbincang dan tertawa sepanjang malam seolah tidak peduli dengan penghuni kos lainnya yang sudah berselancar di awang-awang.
Nayla dan Dian adalah sahabat yang sudah berteman sejak mereka masih duduk di bangku sekolah dasar. Berteman selama bertahun-tahun membuat Dian begitu memahami karakter Nayla. Tapi tidak begitu halnya dengan Nayla. Gadis itu masih sering bingung melihat tingkah Dian yang sulit ditebak.
Sama-sama lulus di salah satu universitas negeri di Medan, Nayla dan Dian memutuskan untuk tinggal bersama. Atas rekomendasi dan paksaan dari Nayla, mereka pun menyewa sebuah kamar di salah satu rumah kos yang tidak jauh dari kampus.
Beberapa waktu belakangan ini, kedua gadis itu sering terlibat dalam situasi membingungkan yang membuat mereka saling tidak enak hati. Berbagai kejadian seru tapi menjengkelkan mulai terjadi ketika seorang mahasiswa semester akhir bernama Dava mencoba mendekati mereka.
Well, mungkin sejauh ini itulah yang dapat mereka simpulkan. Karena kedua gadis itu selalu bersama-sama, sulit rasanya bagi mereka untuk menebak siapa salah satu di antara mereka yang menjadi incaran pria tersebut. Meski tidak pernah membahas hal itu secara terang-terangan, kedua gadis itu sepertinya sama-sama memendam perasaan kepada Dava.
Setelah beberapa kali jalan bareng bersama Dava dan teman-temannya, Nayla pun akhirnya menyampaikan isi hatinya kepada Dian. Tentu saja Dian tidak terkejut mengetahui Nayla juga menyukai Dava karena jauh hari sebelum Nayla bercerita, Dian sudah tahu hal itu dari gerak-gerik Nayla.
Meski berusaha menerima kenyataan tersebut, tekadang Dian merasa menyesal. Ia tidak marah jika Nayla menyukai Dava tapi ia kesal karena tidak berterusterang tentang perasaannya. Ia hanya tidak habis fikir bagaimana jika perasaan mereka kepada pria itu justru menjadi awal kehancuran persahabatan mereka.
Dengan susah payah, akhirnya Dian mencoba untuk berbesar hati. Ia memutuskan untuk mengubur rasanya dan membiarkan Nayla mendapatkan cinta Dava. Untuk beberapa kali Dian memberi nasihat kepada Nayla dan membantunya mendekati Dava. Dian bahkan sengaja menghindar saat Dava dan teman-temannya mengajak jalan.
Meskipun Dian dengan senang hati membantu Nayla, dalam hati kecilnya, Dian masih sering merasa tidak rela. Bagaimanapun ia juga sangat menyukai Dava dan merasa nyaman bersamanya. Sebagai gantinya, Dian mencoba untuk berhubungan dengan seorang pria misterius melalui media chatting.
Suatu hari, tanpa sengaja Nayla membaca pesan di BBM milik Dian ketika ia sedang mendengarkan musik. Pesan itu berasal dari seorang pria yang namanya direset menjadi Black Widow oleh Dian. Karena penasaran, Nayla pun memutuskan untuk membaca beberapa pesan dan mencari tahu siapa pria tersebut.
Nayla mencoba bersikap santai ketika tiba-tiba Dian keluar dari kamar mandi. Tanpa basa-basi, ia pun segera menyinggung masalah black widow dan memberikan HP Dian. Wajah Dian terlihat datar beberapa saat sampai akhirnya ia tersenyum. Sepertinya ia tersenyum karena isi dari pesan tersebut.
"Cieeee, yang mau jalan," ejek Nayla.
"Cieee, yang mau nonton di kamar" balas Dian sambil mengangkat lubang hidungnya.
"Siapa tuh black widow?? Janda hitam atau laba-laba sih?"
"Janda kembang keles!" celetuk Dian sembari menjulurkan lidah.
Dian berdiri di depan cermin dan mencoba untuk memilih gaun yang akan ia kenakan. Untuk kali pertama sepanjang sejarah pertemanan mereka, Dian terlihat begitu khawatir terhadap fashion. Hal itu tentu membuat Nayla tertawa. Dengan candaan yang khas, Nayla pun mencoba menggoda Dian.
"Mending pake rok mini aja neng, biar lebih seksi," ujar Nayla sambil menyodorkan karung tempat pakaian kotor.
"Yeee, sirik aja lu nyong!" repet Dian. "Bilang aja loe iri sama kecantikan gue yang hakiki dan membuat semua mata terpana bak terkena sihir!" Dian menggoyang-goyangkan jarinya yang lentik tepat di sebelah pipinya sambil menjurukan lidahnya maju mundur.
Nayla hanya tertawa sambil menggut-manggut.
"Secara kecantikan loh masih jauh banget kadarnya dari kecantikan gue. Buktinya, sampai sekarang Dava belum juga nembak Loe!!"
Mendengar ejekan Dian, Nayla yang tertawa terpingkal-pingkal pun segera melempar bantal ke kepala Dian. Meski sudah kehabisan waktu, kedua gadis itu masih sempat saling serang dan tertawa keras hingga Dian lupa dengan gaunnya.
Dian dan Nayla berhenti tertawa saat salah seorang tetangga berteriak memanggil Dian. Gadis itu memberitahu Dian bahwa ada seorang pria yang mencarinya. Dian pun segera menyisir rambutnya yang masih berantakan. Nayla mencoba membantu merapikan pakaian Dian sembari tertawa.
"Oke, putri Dian mau kencan dulu ya. Putri tidur bobok aja dulu ya," ucap Dian sebelum meninggalkan Nayla.
Karena penasaran dengan pria misterius bernama black widow, Nayla pun mencoba mengintip dari balik jendela. Sayangnya posisi kamar yang agak di sudut membuat Nayla kesulitan. Ia sempat melihat pria berpakaian rapi berjalan di sebelah Nayla dan membukakan pintu mobil, tetapi ia tidak bisa melihat wajahnya.
Ketika Dian dan pria itu berada di dalam mobil dan mobil mulai bergerak, barulah Nayla tersadar akan mobil yang mereka kenakan. Mobil berwarna silver itu terasa tidak asing baginya. Gadis itu mencoba mengamati dengan seksama hingga ia tiba pada satu kesimpulan yang membuatnya murka.
Tanpa fikir panjang Nayla segera keluar dari kamarnya, menghidupkan motor dan melaju menyusul Dian yang sudah bergerak beberapa menit. Setelah sempat kehilangan jejak, akhirnya Nayla berhasil menemukan mobil yang membawa Dian.
Mobil itu berhenti di parkiran di salah satu cafe yang sering Nayla kunjungi. Nayla berhenti di balik sebuah mobil dan berusaha bersembunyi agar bisa melihat siapa pria yang bersama Dian. Nayla sangat yakin bahwa pria itu adalah Dafa karena mobil yang mereka naiki adalah mobil Dafa.
Saat Dian dan pria itu keluar, Nayla yang sudah geregetan akhirnya sedikit tenang karena pria misterius yang bersama Dian bukanlah Dafa. Meski begitu, Nayla masih belum tenang karena pria itu adalah salah satu teman Dafa yang beberapa kali ia temui saat jalan bersama Dafa.
Karena penasaran, Nayla sepertinya belum mau beranjak pergi. Ia masih bingung kenapa Dian bertemu dengan pria itu menggunakan mobil Dafa dan ketemunya juga di cafe tempat biasa Dafa nongkrong. Beberapa saat Nayla memutuskan untuk masuk namun sesaat kemudian ia ragu melakukannya. Hal itu terus berlangsung beberapa kali sampai Nayla terlihat seperti orang bego yang memarkir sepeda motornya di daerah parkir mobil.
Tak berapa lama kemudian, Nayla mendapati pria yang bersama Dian keluar dari cafe dan pergi menggunakan motor. Nayla menunggu beberapa saat untuk melihat Dian namun Dian tidak juga keluar. Hal itu tentu membuat Nayla semakin penasaran. Tanpa fikir panjang lagi, Naylapun memutuskan untuk masuk.
Mendapati Dafa berlutut di hadapan Dian sembari memberikan bunga membuat hati Nayla hancur berkeping-keping. Ia tidak menyangkah bahwa Dian sanggup melakukan itu padanya. Meskipun wajah Dian terlihat sedih, Nayla yang sudah kalap langsung melabrak Dian di hadapan banyak pengunjung yang sebagian besar adalah teman Dafa.
Suasana yang tadinya tenang menjadi kisruh saat Nayla meneriaki Dian dengan suara yang lantang. Gadis itu menarik rambut Dian dan menjambaknya seperti seorang musuh. Tatapannya yang berapi-api membuatnya terlihat begitu menakutkan. Dian yang terkejut melihat kemarahan Nayla mencoba untuk menenangkannya sembari menangis.
Karena Nayla begitu emosi, Dafa pun segera menarik Nayla menjauhi Dian yang menangis. Beberapa teman Dafa terlihat mencoba untuk menenangkan Dian. Karena malu dan hancur, Dian pun memutuskan untuk pergi meninggalkan cafe. Dafa mencoba menahannya namun gadis itu tidak lagi menghiraukan siapapun.
Karena kesal, Dafa akhirnya balik memarahi Nayla. Dafa kecewa karena Nayla bersikap seperti anak-anak dan tidak bisa mengontrol emosinya. Mendengar kata-kata Dafa yang terlihat begitu kesal, Nayla pun tak kuasa menahan tangis. Nayla tida menyangkah bahwa Dafa akan memarahinya seperti itu.
Nayla menangis di tempatnya berdiri dan tidak dapat berbuat apa-apa saat Dafa pergi meninggalkannnya. Teman-teman Dafa yang juga teman Nayla akhirnya mencoba untuk menenangkan Nayla. Setelah kondisinya membaik akhirnya teman-teman Dafa menceritakan kejadian yang sesungguhnya.
Dian tidak pernah berniat merebut Dafa dari Nayla. Dian bahkan tidak tahu bahwa black widow adalah Dafa. Yang Dian tahu, black widow adalah Reza, teman Dafa yang menjempuntya ke rumah menggunakan mobil Dafa. Dafa lah yang meminta Reza menjemput Dian karena Dafa takut Dian akan menolaknya jika dia yang menjemput secara pribadi.
Saat tiba di lokasi, Dian terkejut karena Reza menemukannya dengan Dafa. Dian semakin terkejut saat mengetahui bahwa bahwa black widow bukanlah Reza melainkan Dafa. Dian sudah berusaha untuk pergi tetapi Dafa menahannya dan memohon kepada Dian untuk memberinya kesempatan, dan saat itulah Nayla hadir.
Mendengar penjelasan itu, Nayla pun segera meninggalkan cafe untuk menemui Dian. Nayla mengendarai motornya sambil bercucuran airmata. Ia tidak menyangkah bahwa perasaan cinta kepada pria yang tidak mencintainya membutakan mata dan fikirannya sehingga sanggup melukai Dian yang telah berkorban lebih dulu untuknya.
0 comments :
Post a Comment