Karir cemerlang, rumah dan mobil mewah, istri cantik, dan semua yang dicita-citakan Dany saat kecil terwujud. Akan tetapi ia masih terus bertanya-tanya dalam hatinya, mengapa ada yang kurang? Dany termenung di teras belakang tepat di atas kursi goyang empuk kesukaan istrinya. Ia merasa ada sesuatu yang kosong dalam dirinya sekalipun ia merasa puas dengan apa yang ia capai. Maka wajahnya yang murung dengan tatapan kosong mengundang perhatian sang istri untuk bergabung.
"Kamu kenapa mas?" tanyanya mengagetkan Dany sampai-sampai membuatnya terperosot dari kursi goyang.
"Ah kamu mengagetkan mas Rina" ucap Dany spontan.
"Maaf mas, tapi belakangan ini mas sering sekali melamun seperti itu. Apa yang mas fikirkan?"
"Entahlah, aku juga tidak tahu Rin, ada sesuatu yang kosong dan aku tidak tahu apa" Dany bangkit dari kursi dan mengajak Rina masuk ke rumah. Rina hanya menurut namun bertanya-tanya dalam hati mengenai kelakuan suaminya.
Dany menjerit begitu kuat sehingga membangunkan seisi rumah dan membuat bayi kecilnya menangis histeris. Sontak Rina bangkit dan berlari ke kamar bayinya yang terlihat berlinangan airmata. Ia menggendong gadis kecil itu dan membawanya ke kamar. Di dalam kamar, Dany tampak bersimpuh menutup matanya dan tubuhnya dianjiri keringat.
Sementara tak jauh dari Dany, David berdiri menatap ke arah ayahnya tanpa mengerti harus berbuat apa.
Sementara tak jauh dari Dany, David berdiri menatap ke arah ayahnya tanpa mengerti harus berbuat apa.
"Ada ap mas? kenapa berteriak seperti itu? cup sayang cup cup" tanya Rina sembari menenangkan bayinya.
David menghampiri sang Ibu dan memegangi kakinya. "David takut ma"
"Tenang ya sayang, tidak ada apa-apa, Ayah hanya mimpi buruk." Rina mencoba memberi David penjelasan.
Dany masih terdiam dan tak mau bicara. Ia masih menutupi wajahnya dan keringatnya tak berhenti mengucur. Sesekali tubuh Dany terlihat gemetar.
Rina mendekati Dany dan mencoba menepuk bahunya. Rina berusaha mengajak Dany berbicara tapi Dany sama sekali tidak mengubris ucapannya. Rina akhirnya memutuskan untuk mengantar David ke kamarnya dan memastikan jagoannya itu tertidur lagi. Setelah menidurkan David dan Dea, Rina segera kembali ke kamarnya. Rina berusaha mencari Dany di seluruh ruang kamar tapi tak menemukannya. Hal itu membuat Rina kembali panik.
Ia lantas mencoba mencari keluar dan menemukan Dany sedang berbicara di halaman belakang.
Rina mendekati Dany dan mencoba menepuk bahunya. Rina berusaha mengajak Dany berbicara tapi Dany sama sekali tidak mengubris ucapannya. Rina akhirnya memutuskan untuk mengantar David ke kamarnya dan memastikan jagoannya itu tertidur lagi. Setelah menidurkan David dan Dea, Rina segera kembali ke kamarnya. Rina berusaha mencari Dany di seluruh ruang kamar tapi tak menemukannya. Hal itu membuat Rina kembali panik.
Ia lantas mencoba mencari keluar dan menemukan Dany sedang berbicara di halaman belakang.
"Aku tahu tapi aku tak pernah bermaksud menyakiti siapapun. Aku sayang kalian, aku sayang Ayah, tapi aku masih terlalu labil untuk menyadari itu"
Awalnya Rina merasa tenang karena ia berfikir mungkin suaminya sedang berbicara dengan orang lain. Akan tetapi Rina menyadari jika tidak mungkin ada orang lain yang masuk ke rumah mereka di tengah malam. Dan Rina memang memastikan jika ia tak melihat lawan bicara suaminya. Hal itu sontak membuat Rina menjadi merinding.
Demi menyelidiki apa yang terjadi pada suaminya, Rina mengendap-endap bersembunyi di balik pohon yang tak jauh dari tempat Dany berbicara seorang diri. Rina semakin terkejut saat mengetahui bahwa Dany berbicara dengan mata tertutup.
Rinapun berfikir jika mungkin suaminya itu mempunyai penyakit tidur jalan. Maka Rina segera mendekati Dany dan tanpa ragu mengajak Dany untuk kembali ke kamar. Dengan hati-hati Rina menuntun Dany yang dalam keadaan tidur untuk berjalan menuju kamar mereka.
Setibanya di kamar, Dany kembali berbicara dengan mata tertutup.
Rinapun berfikir jika mungkin suaminya itu mempunyai penyakit tidur jalan. Maka Rina segera mendekati Dany dan tanpa ragu mengajak Dany untuk kembali ke kamar. Dengan hati-hati Rina menuntun Dany yang dalam keadaan tidur untuk berjalan menuju kamar mereka.
Setibanya di kamar, Dany kembali berbicara dengan mata tertutup.
"Aku ingin bertemu kalian, aku rindu kalian,,," rintih Dany sembari menangis.
Hal itu membuat Rina tak tahan. Iapun berusaha membangunkan Dany dengan menggoyangkan tubuhnya tapi Dany tak juga terbangun. Karena panik, Rinapun akhirnya menampar pipi Dany dengan harapan suaminya itu akan terbangun. Benar saja. Dany tersentak dari tidurnya dan terheran karena merasa sakit pada bagian pipinya.
"Ap kamu memukulku Rin?" tanyanya heran.
"Maaf mas, aku tidak tahu harus bagaimana membangunkanmu" Rina mencoba mengelus pipi Dany dengan lembut. Ia segera ke dapur mengambil segelas air dan memberikannya pada Dany.
"Kenapa kau menamparku?" tanya Dani heran.
"Kau menjerit tengah malam mas, anak-anak ketakutan, dan saat mereka sudah tidur lagi kau sudah tidak ada di kamar. Aku menemukanmu bicara sendirian di taman belakang. Dan,,,"
"Maksudmu aku berjalan sambil tidur ke belakang? Aku tidak pernah seperti itu Rina." potong Dany.
"Ya, aku juga tidak pernah melihatmu seperti itu, tapi tadi itu benar-benar terjadi mas. Kau berada di sana dengan mata tertutup dan kau berbicara sendiri."
"Apa yang kubicarakan?"
"Kamu bilang kamu menyayangi mereka, kamu tidak pernah membenci mereka, aku tidak dengar jelas apa lagi"
"Itu aneh,,, aku hanya bermimpi buruk dan aku tidak pernah merasa berteriak apalagi berbicara di taman belakang" Dany menatap Rina dengan tatapan serius.
"Ya, aku rasa mas tidak sadar dengan semua yang terjadi. Tapi apa yang kamu mimpikan mas?" tanya Rina penasaran.
"Aku,, aku bermimpi bertemu keluargaku, mereka memintaku untuk pulang. Tapi mereka berada di tempat yang entah kenapa tidak bisa kudatangi"
"Keluarga mas sudah meninggal kan?"
"Hmm,,,," Dany bergeser mendekati Rina dan menatap matanya lekat-lekat. "Aku berbohong tentang keluargaku Rin, mas berbohong kalau mereka sudah meninggal. Mereka masih hidup saat mas pergi dari rumah."
Rina tampak terkejut.
"Dengar Rin, aku bertengkar hebat dengan Ayahku dan tak ada yang mendukungku selain Ibu. Tapi Ibu tidak suka dengan sikapku yang menganggap Ayah musuh. Jadi Ibu juga marah padaku dan aku merasa tidak dibutuhkan lagi di rumah itu. Aku memutuskan untuk pergi dan sejak itu aku menganggap diriku yatim piatu tanpa keluarga. Aku sudah menganggap mereka mati." Jelas Dany sambil menangis.
"Kenapa mas melakukan itu mas?"
"Aku tak pernah bermaksud menyakiti mereka Rin, tidak bermaksud membut Ibu sedih, aku hanya kehilangan akal sehatku saja dan sekarang aku sangat merindukan mereka." Tangis Dany semakin menjadi-jadi.
"Kalau begitu kita masih bisa mendatangi mereka mas."
"Tidak Rin, aku tidak bisa menemui mereka lagi."
"Kenapa mas? Aku yakin mereka akan memaafkan mas. Tidak ada orangtua yang membenci anaknya mas. Mereka hanya berusaha memberi yang terbaik buat mas sekalipun itu salah menurut mas."
"Tapi aku tidak akan menemukan mereka lagi Rin" Dany menangis terisak dan tiba-tiba tubuhnya gemetar dan keringatnya kembali mengucur deras. Rina berusaha menenangkan Dany tapi tangisan Dany semakin menjadi-jadi dan ia berteriak sekuat tenaganya sehingga membangunkan anak-anaknya dan tetangga sekitar.
Dengan bantuan beberapa tetangganya, Rina berhasil menenangkan Dany yang akhirnya tertidur setelah seorang tetangga yang berprofesi sebagai dokter memberikan suntikan obat tidur. Dokter itu lantas berbincang-bincang dengan Rina mengenai apa yang terjadi pada Dany.
Sebagai dokter spesialis kejiwaan, wanita yang baru 2 minggu menjadi tetangga Rina itupun menjelaskan bahwa Dany kemungkinan besar mengalami tekanan jiwa akibat masa lalunya. Akan tetapi, karena tidak berbicara langsung dengan Dany, sang dokter tidak bisa berbicara terlalu banyak mengenai apa yang dialami Dany.
Dany bangun lebih lama dari hari biasanya. Ia terlihat pucat dan tak bertenaga. Rina memintanya untuk tidak pergi bekerja. Setelah mengantar sarapan untuk Dany, Rinapun mulai mengajak Dany berbicara.
"Bagaimana kondisinya mas?"
"Aku tidak enak badan. Kenapa kepalaku pusing sekali. Ada yang memukul kepalaku tadi malam" ucapnya geram.
"Tidak ada yang memukul kepalamu mas. Kamu tertidur pulas tadi malam. Itu tidak mungkin"
"Ah,,entahlah Rin, aku ingin ke suatu tempat."
"Kemana mas? kamu masih lemas. Wajah mas pucat sekali. Aku fikir kita harus ke dokter mas"
"Tidak. Aku tidak perlu ke dokter. Aku cuma mau pulang. Aku mau tempat keluargaku. Aku rindu mereka." Suara Dani merendah dan matanya mulai berkaca-kaca.
"Ia mas, kita akan ke sana sama-sama ya, mas masih ingat kan rumah orangtua mas?"
Dany mengangguk dan tak kuasa menahan tangis. Melihat kondisi suaminya, Rina juga tak kuasa menahan airmatanya. Ia bingung harus bagaimana. Maka setelah mempersiapkan semuanya, dan menjemput David ke sekolahnya, Rina memutuskan untuk membawa Dany ke rumah orangtuanya.
Rina meminta bantuan seorang tetangga bernama Pak Anto untuk mengendarai mobil ke desa tempat orangtua Dany tinggal. Di sepanjang perjalanan, Dea terus menangis dan David sama sekali tidak mau menatap wajah Ayahnya.
Sesampainya di desa yang disebutkan Dany, mereka mendatangi sebuah rumah tua yang terlihat sepi dan tidak terawat. Dany enggan untuk turun sehingga Rina memutuskan turun lebih dulu. Ia keluar dari mobil dan menanyai salah seorang penduduk desa yang tengah lewat di depan rumah orangtua Dany.
Sesampainya di desa yang disebutkan Dany, mereka mendatangi sebuah rumah tua yang terlihat sepi dan tidak terawat. Dany enggan untuk turun sehingga Rina memutuskan turun lebih dulu. Ia keluar dari mobil dan menanyai salah seorang penduduk desa yang tengah lewat di depan rumah orangtua Dany.
"Buk, numpang tanyak, itu benar rumahnya Pak Rahmad ?"
"Oh iya neng, benar. Itu rumahnya Pak Rahmad. Neng siapa ya?"
"Saya saudara dari luar, kok rumahnya sepi dan seperti kosong ya Buk?"
"Oh iya neng, rumah itu memang udah lama kosong. Gak ada yang nemapati lagi."
"Loh, memangnya Pak Rahmad dan keluarganya sekarang tinggal di mana Buk?"
"Loh, neng ini saudaranya kok gak tahu sih neng, Pak Rahmad dan keluarganya kan sudah lama meninggal dunia neng karena kecelakaan. Kuburannya di ujung sana neng. Ada sih yang hidup neng, nak Dany, tapi dia juga sudah lama sekali kabur dari rumah. Dia ga kedengaran lagi kabarnya neng. Ada gosip sih neng katanya nak Dany yang menabrak mobil Pak Rahmad, tapi gak tahu juga yang pastinya gimana"
Rina tampak terkejut. "Oh terimakasih Buk, saya memang belum dengar kabar karena lama di Malaysia."
"Oh ya sama-sama. Ibuk jalan dulu ya neng."
"Oh iya Buk, silahkan."
Rina memasuki mobil dan melihat Dany sudah menangis bercucuran airmata.
"Gimana Buk, benar itu rumahnya?" Tanya pak Anto.
"Benar pak, tapi sekarang kita ke pemakaman di ujung sana dulu pak."
Tanpa banyak tanya supir itu menuruti perintah Rina. Rina berusaha mengelus dada Dany untuk menenangkannya.
"Apa yang ibuk itu katakan Rin?" Dany bertanya dengan suara parau.
Rina terdiam. Ia bingung harus mengatakan apa. Ia takut Dany tidak siap mendengar kabar itu.
"Apa Rin?" desak Dany.
"Mas, mas yakin tidak tahu apa yang terjadi pada keluarga mas?" Rina merasa Dany mengetahui peristiwa kecelakaan itu.
"Apa maskdumu?" Suara Dany meninggi.
Supir berusaha tetap fokus mengendari mobil, sementara David berusaha menutup telinganya.
"Mereka sudah meninggal mas. Mereka kecelakaan mobil beberapa tahun yang lalu." jelas Rina gemetaran.
Dany berteriak kencang dan kehilangan kendali. Ia merontah-rontah di dalam mobil dan berusaha menyakiti Rina. Dany mencekik leher Rina dan mengumpat serta menyebut Rina pembohong. Dany juga berteriak kencang menyebut bahwa ia bukan pembunuh. Dea yang berada di dalam gendongan Rina menangis kuat, begitujuga David yang menangis sambil berusaha membantu ibunya.
Karena panik, pak Anto menghentikan mobilnya dan berusaha menolong Rina. Karena marah, Danypun mendorong pak Anto dengan kuat dan memaksanya untuk menjalankan mobil. Sambil mencekik leher lelaki paruh baya itu, Dany terus berteriak dan sesekali menangis.
"Aku akan membunuh kalian. Aku benci kalian. Aku benci kalian !! Aku benci Ayah !"
"Mas, sadar mas, sadar. Hentikan mas, kamu akan membahayakan nyawa kita mas." Rina berusaha menenangkan Dany.
Dany mengendurkan cekikannya dan menagis terisak. "Aku tidak bermaksud menyakiti kalian. Aku sayang kalian. Tapi kalian tidak pernanh menyayangiku." Dany menarik nafas. "Aku benci kalian !"
Dany mencekik kuat leher pak Anto sehingga ia kesulitan bernafas dan kehilangan kendali, ia mencoba menghentikan mobil tapi dengan cepat Dany merebut kendali sehingga mobil melaju degan cepat dan tak terkendali. Pak Anto terus berusaha mengambil kendali mobil, tapi usahanya membuat Dany semakin gelap mata.
Tanpa ragu Danypun menabrak pembatas jembatan sehingga membuat mobil mereka terjebur ke sungai. Pak Anto berteriak kuat dan berhasil membuka pintu tepat sebelum mobil mereka benar-benar jatuh ke sungai. Pak Anto berhasil keluar dari mobil dan terhempas ke pembatas jembatan. Sementara Rina yang tidak mampu berbuat apa-apa hanya menjerit pasrah saat Ia sadar mobil mereka terjun ke sungai. Ia memeluk erat Dea dan David yang menangis ketakutan.
Pak Anto yang berhasil meloloskan diri dari maut berusaha mencari pertolongan. Beruntung, tak jauh dari jembatan terdapat beberapa rumah warga yang dengan segera berusaha memberi bantuan. Karena air sungai sedang surut, tidak begitu sulit untuk mengevakuasi keluarga Dany.
Merekapun segera dilarikan ke rumah sakit. Atas izin Tuhan, Rina dan kedua anaknya berhasil diselamatkan. Dany yang terluka parah dan mengalami pendarahan di bagian kepala menghembuskan nafas terakhirnya setelah sempat sadarkan diri.
Dengan terbata-bata ia meminta maaf kepada Rina. Sebelum meninggal, Dany juga mengakui bahwa ia lah yang menabrak mobil keluarganya dengan truk yang ia kendarai saat ia bekerja sebagai supir truk. Ia mengatakan bahwa ia tidak bermaksud membunuh keluarganya.
Ia hanya ingin menyakiti Ayahnya karena ia sangat membenci lelaki itu. Ia tidak menduga kalau semua keluarganya ada di dalam mobil. Ia juga tidak menduga jika kecelakaan itu merenggut nyawa keluarganya. Sejak itu ia sangat merindukan mereka.
Ia juga sangat menyesal bahwa kebencian masa labilnya mengalahkan cinta Ayahnya yang begitu besar padanya sehingga keinginan untuk menyakiti lelaki yang menggendongnya saat ia kecil itu selalu terfikir di kepalanya. Dany mengatakan ia akan pulang. Ia sudah dijemput oleh keluarganya. Ia akan memulainya lagi di sana. Ia akan kembali dalam genggaman sang Ibu yang hangat. Jika mungkin.
Merekapun segera dilarikan ke rumah sakit. Atas izin Tuhan, Rina dan kedua anaknya berhasil diselamatkan. Dany yang terluka parah dan mengalami pendarahan di bagian kepala menghembuskan nafas terakhirnya setelah sempat sadarkan diri.
Dengan terbata-bata ia meminta maaf kepada Rina. Sebelum meninggal, Dany juga mengakui bahwa ia lah yang menabrak mobil keluarganya dengan truk yang ia kendarai saat ia bekerja sebagai supir truk. Ia mengatakan bahwa ia tidak bermaksud membunuh keluarganya.
Ia hanya ingin menyakiti Ayahnya karena ia sangat membenci lelaki itu. Ia tidak menduga kalau semua keluarganya ada di dalam mobil. Ia juga tidak menduga jika kecelakaan itu merenggut nyawa keluarganya. Sejak itu ia sangat merindukan mereka.
Ia juga sangat menyesal bahwa kebencian masa labilnya mengalahkan cinta Ayahnya yang begitu besar padanya sehingga keinginan untuk menyakiti lelaki yang menggendongnya saat ia kecil itu selalu terfikir di kepalanya. Dany mengatakan ia akan pulang. Ia sudah dijemput oleh keluarganya. Ia akan memulainya lagi di sana. Ia akan kembali dalam genggaman sang Ibu yang hangat. Jika mungkin.
0 comments :
Post a Comment