Teknokiper.com - Cerpen Misteri tentang Hantu Hutan Pinus. Cerita pendek berikut ini hanyalah sebuah kisah fiksi yang ditulis untuk hiburan semata khususnya untuk pembaca yang senang dengan cerita horor. Kisah ini berlatar di sebuah hutan pinus yang belakangan dijadikan sebagai sarana rekreasi dan mulai ramai dikunjungi oleh wisatawan. Menceritakan tentang pengalaman seorang gadis yang senang menghabiskan liburan di hutan pinus dan berujung pada misteri hantu penjaga villa. Nama dan kejadian dalam kisah ini adalah karangan semata dan jika ada kesamaan bisa jadi sebuah kebetulan saja. Selamat membaca!!
Belakangan ini Runi merasa ada yang aneh dengan kehidupannya. Dimulai dari kasus kesurupan yang terjadi di kelasnya hingga yang terakhir teman dekatnya, Dian, hilang secara misterius saat mereka sedang berada di dalam lift sebuah mall. Yang membuat Runi sangat shock ternyata tidak ada rekaman cctv yang membuktikan bahwa ia berjalan dengan temannya ke lift.
Tentu saja Runi begitu yakin bahwa ia bersama temannya masuk ke dalam lift dan tiba-tiba saja temannya menghilang saat pintu lift terbuka. Runi segera menghubungi pihak keamanan dan mereka pun memeriksa rekaman cctv. Namun dalam rekaman tersebut, Runi hanya berjalan seorang diri sambil terlihat berbicara seolah-olah ada seseorang bersamanya.
Runi tidak peduli jika pada akhirnya ia dianggap hanya membuat sensasi. Bagaimanapun ia juga tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Saat Runi memeriksa handphonenya, barulah Runi tahu bahwa teman yang ia cari masih menunggunya di depan toilet.
Runi menceritakan apa yang ia alami kepada Dian dan tentu saja gadis itu tidak percaya. Meski begitu, Dian juga mengutarakan rasa herannya karena tidak menyadari Runi telah keluar dari toilet. Dian kemudian berkesimpulan bahwa dia mungkin tidak melihat saat sedang asik membuka sosmed.
Runi mencoba mengingat kembali apa yang ia alami. Ia pun seolah kembali terlempar ke waktu saat seorang teman di kelasnya mengalami kesurupan. Saat itu, gadis yang kesurupan itu menatap wajah Runi dan mengatakan sesuatu sambil tertawa. Sayangya, tidak ada yang mendengar dengan jelas apa yang dikatakan gaids itu. Meski begitu, Runi yakin bahwa ia melihat sosok lain dalam diri gadis tersebut.
Tak mau dipunsingkan dengan pengalaman aneh yang ia alami, Runi akhirnya memutuskan untuk ikut serta dengan teman-temannya berlibur ke hutan pinus yang terletak 40 km dari kampusnya. Setibanya di sana, semua orang terlihat bergembira menikmati keindahan yang disuguhkan hutan tersebut.
Tapi tidak begitu dengan Runi. Ia yang biasanya paling bahagia justru hanya diam dan mengamati sekelilingnya dengan seksama. Sesekali mencoba tersenyum namun seperti ada sesuatu yang mengganggu fikirannya. Runi akhirnya memutuskan untuk mencari ketenangannya sendiri.
Runi menyusuri jalan setapak yang berbeda arah dari kabanyakn temannya. Sepertinya tak seorang pun sadar bahwa Runi bergerak memisahkan diri. Sementara Runi, ia terus bergerak melewati jalanan tersebut seolah ada sesuatu yang menuntunnya ke sana. Sesuatu yang seolah berbisik di telinganya.
Runi tiba di depan sebuah villa kecil yang terletak di tengah-tengah hutan pinus. Bangunan tersebut terlihat kosong dan tidak terawat. Terdapat lumut di sebagian dindingnya dan sebagian besar dindingnya tidak lagi berwarna.
Untuk sesaat Runi berfikir bahwa mungkin bangunan itu adalah sebuah rumah kosong yang sudah lama ditinggalkan pemiliknya. Ia pun lantas memutuskan untuk pergi kembali ke rombongannya. Akan tetapi langkahnya terhenti saat ia mendengar suara tawa dari dalam bangunan itu.
Seiring dengan suara tawa anak kecil yang semakin jelas, hembusan angin pun menyapu seluruh halaman terbuka dari salah satu arah sehingga menerbangkan dedaunan yang menutupi tempat tersebut. Runi mencoba menutup rambutnya dan berlari ke arah bangunan tersebut.
Dengan sedikit perasaan takut, Runi mencoba memasukkan kepalanya dari salah satu jendela yang terbuka untuk mengamati isi bangunan tersebut. Mata Runi terbelalak saat mendapati bagian dalam bangunan itu masih begitu terawat. Ruangan yang ia amati terlihat bersih dan dari penampakannya pasti selalu dibersihkan setiap hari.
Runi menarik kepalanya kembali dan terkejut saat mendapati seorang gadis kecil di sebelahnya. Gadis itu tersenyum menyadari keterkejutan Runi. Runi lantas mencoba untuk membalas senyumnya dan meminta maaf karena telah mengintip ke dalam bangunan itu.
Gadis kecil itu pun hanya tersenyum dan kemudian menarik tangan Runi. Runi hanya menurut dan mengikuti kemana gadis kecil itu membawanya. Saat gadis itu membuka pintu, Runi pun menghentikan langkahnya.
"Apa kau tinggal di sini?", tanyanya.
"Ya. Aku menjaganya", jawab gadis itu bersemangat.
"Menjaganya? Kau bersama Ayahmu?"
"Tidak. Aku menjaganya sendiri"
"Sendiri? Di tengah hutan?", Runi mulai heran.
"Ayahku bekerja tak jauh dari sini. Tidak ada yang mengurus villa ini jadi Ia memintaku menjaganya."
"Kau juga tidur di sini?"
"Ya!"
"Sendiri?"
Gadis itu mengangguk. Untuk beberapa saat Runi bisa menangkap ekspresi murung di wajahnya. Runi lantas menanyakan nama gadis kecil itu. Ia bernama Pinus dan berusia enam tahun. Sang Ayah menamainya Pinus karena ia lahir di tengah hutan pinus dan sang Ayah sangat suka hutan pinus.
Selanjutnya perbincangan demi perbincangan pun terjadi. Runi yang awalnya merasa takut mulai merasa nyaman. Ia bahkan telah melihat hampir seluruh ruangan yang ada di dalam villa tersebut. Semuanya masih terlihat bersih dan terawat tidak seperti bagian luarnya. Hal itu membuat Runi takjub. Ia berfikir bagaimana gadis berusia enam tahun melakukannya.
"Pinus, apa kau tidak takut?", tanya Runi setelah sempat berhenti bicara beberapa lama.
"Tidak. Kamilah yang ditakuti".
Mendengar jawaban itu, Runi mencoba tersenyum karena ia fikir gadis itu pasti hanya bercanda.
"Kakak serius sayang"
"Aku juga serius. Orang-orang menjauhi kami, Itu sebabnya tidak ada yang mau berkunjung kemari. Padahal Ayah menyewakan beberapa kamar untuk menginap".
"Memangnya kenapa?", tanya Runi penasaran.
"Orang desa menyebut Ayah sebagai orang jahat. Mereka bilang Ayah pembunuh. Mereka tidak mengizinkan kami bergabung jadi Ayah dan aku tinggal di sini".
"Jadi Ayahmu akan pulang saat malam?".
"Tidak lagi. Dia tidak pernah pulang".
"Kenapa?"
Gadis kecil itu hanya menggeleng. Meski tidak tahu pasti apa yang terjadi, Runi akhirnya mencoba memeluk gadis itu dan memberinya semangat. Runi juga menawarkan gadis itu untuk ikut bersamanya karena ia merasa sangat kasihan.
"Hari sudah mulai gelap. Sebaiknya menginap di sini", ucap Pinus.
"Tapi kakak harus menemui rombongan kakak, mereka pasti khawatir". Runi mencoba memeriksa kembali handphonenya berharap akan ada jaringan untuk memberi kabar kepada teman-temannya. Namun sepertinya tidak ada tanda-tanda sinyal.
"Kita akan menemui mereka besok pagi" ucap Pinus.
Runi yang masih sibuk dengan handphonenya tiba-tiba menjadi heran karena suara Runi terdengar semakin jauh tapi ia tidak mendengar suara langkah kaki sama sekali. Saat Runi membalikkan badan, gadis kecil itu sudah tidak lagi ada di belakangnya dan pintu tertutup dengan keras.
Hal itu jelas membuat Runi panik karena ruangan tempat ia berdiri menjadi gelap secara tiba-tiba. Ia mencoba melihat keluar dari jendela namun di luar terlihat sama gelapnya. Ia merasakan udara di ruangan itu begitu pengap dan aromanya berubah menjadi busuk dalam seketika.
Runi mencoba berkali-kali memanggil Pinus sambil berusaha membuka pintu. Namun usahanya sia-sia dan tidak ada yang datang menghampirinya. Runi akhirnya menangis karena ketakutan dan terduduk tepat di belakang pintu sambil mengeluarkan handphone yang ternyata sudah mati kehabisan baterai.
Runi tidak tahu harus bagaimana karena ruangan itu sangat gelap dan ia bahkan harus berjuang untuk bernafas dengan udara yang begitu busuk. Di sela-sela tangisannya, Runi akhirnya mendengar suara lain yang datang tak jauh dari tempatnya.
Runi terdiam untuk memastikan apa yang ia dengar. Ia pun akhirnya sadar bahwa suara itu adalah suara tangisan Pinus. Suaranya tidak jauh dan seperti berasal dari dalam ruangan itu. Runi lantas mencoba meraba-raba dan merangkak mendekati sumber suara itu.
"Pinus? Kamu dimana?", tanya Runi dengan suara yang gemetaran.
Tidak ada jawaban karena gadis kecil itu masih terus menangis. Runi akhirnya berhasil menemukan Pinus setelah ada sebuah sumber cahaya yang menerobos ke dalam ruangan itu dari luar jendela. Runi tidak tahu pasti darimana asal cahaya itu tapi ia segera bergerak mendekati Pinus dan memeluknya.
Gadis kecil itu terlihat ketakutan. Ia memeluk kedua lututnya dengan wajah tertunduk. Untuk beberapa saat Runi menarik nafas dalam-dalam karena udara di ruangan itu tiba-tiba menjadi lebih segar. Tapi ia kembali panik karena mendengar suara jendela digedor dari luar.
Seiring dengan suara gedoran tersebut, Runi juga mendengar suara seorang pria dewasa yang berteriak memanggil nama Pinus. Dari nada suaranya, Runi mengerti bahwa pria itu sedang marah dan ingin menyakiti Pinus.
Runi melihat cahaya bergerak dari satu jendela ke jendala lain dan cahaya itu akhirnya berhenti di salah satu jendela yang berada tepat di depan mereka. Dari posisinya duduk, Runi bisa melihat sosok pria berbadan besar memegang senter berukuran besar mengamati ke dalam ruangan.
Sadar bahwa Pinus dalam bahaya, Runi lantas berusaha menarik Pinus untuk bersembunyi. Namun gadis itu sama sekali tidak mau bergerak dan tetap menangis tertunduk sambil memeluk kedua kakinya. Saat cahaya senter jatuh tepat ke arah Pinus, Runi telah bersembunyi di bawah meja tepat di sebelah Pinus.
Pria itu akhirnya tertawa setelah menemukan Pinus. Ia mengatakan banyak hal dalam bahasa yang tidak diketahui oleh Runi. Namun dari cara bicaranya, Runi mengerti bahwa pria itu berniat menyakiti Pinus. Sambil etrus mmeperhatikan gerak-gerik pria itu, Runi kembali mencoba menyuruh Pinus untuk bersembunyi.
Runi nyaris berteriak saat pria tersebut melemparkan sebuah batu besar untuk menghancurkan kaca jendela dan kemudian sebuah jeritan justru keluar dari mulut Pinus. Gadi kecil itu terlihat begitu ketakutan namun seolah tidak memiliki cara lain untuk menghindar.
Ketika pria berbadan besar itu berhasil masuk ke dalam dan berdiri tepat di depan Pinus, terlihat pinus mengangkat wajahnya dan memohon kepada pria tersebut. Runi terkejut saat Pinus memanggil pria tersebut dengan sebutan Ayah. Ia juga semakin terkejut saat melihat sang Ayah membawa kapak di tangan kirinya.
Runi mencoba untuk tidak bersuara karena takut pria itu akan melihatnya. Ia dapat mendengar dengan jelas detak jantungnya yang bergitu cepat. Dalam posisi tersebut, Runi sangat bingung apa yang harus ia lakukan. Ia tidak yakin dapat membantu Pinus melawan pria kejam itu.
Jeritan Runi akhirnya terpecah saat melihat pria itu dengan tanpa belas kasihan membantai putrinya sendiri. Ia bahkan tidak lagi mendengar jeritan kesakitan dari Pinus. Jeritan Runi akhirnya membongkar persembunyianya. Saat Ia lihat pria itu menatap ke arahnya dengan tatapan sinis, saat itulah Runi kehilangan kesadarannya.
Runi akhirnya terbangun setelah entah berapa lama ia jatuh pingsan. Ia menemukannya dirinya masih terduduk di bawah meja tempat terakhir ia bersembunyi. Ruangan tempat ia bersembunyi sudah gelap kembali dan begitu pengap.
Untuk beberapa saat Runi merasa bersyukur karena ternyata pria itu tidak menyakitinya. Namun mengingat pembantaian yang ia saksikan membuat Runi tak kuasa menahan tangis. Runi mencoba keluar dari kolong meja dan semakin ketakutan saat tangannya menyentuh cairan kental yang ia yakini adalah darah.
Runi akhirnya memberanikan diri untuk keluar dan mencari pertolongan. Ia keluar lewat jendela yang sama seperti pembunuh itu dan segera berlari untuk menyusuri hutan yang gelap. Runi akhirnya dapat berjalan dengan lebih pasti saat ia menemukan sebuah obor yang masih menyala tak jauh dari bangunan itu.
Belum jauh dari villa tersebut, Runi akhirnya berhasil menemukan rombongannya yang ternyata juga sedang berusaha mencarinya. Di antara rombongan tersebut juga terlihat beberapa polisi dan warga setempat.
Runi mendekati teman-temannya dan mencoba menjelaskan pembantaian yang ia saksikan. Meski kesal karena merasa diabaikan, namun Runi senang karena rombongan itu akhirnya terus berjalan menuju villa. Runi pun kembali berjalan tepat di belakag rombongan.
Untu sesaat Runi merasa sedih karena teman-temannya tampak begitu acuh dan tidak seorang pun memberikan pelukan atau semangat padanya. Mereka bahkan terlihat biasa saja saat menemukannya. Tak seorang pun bertanya apa yang telah terjadi padanya.
Setibanya di villa, Runi pun akhirnya tersadar mengapa ia diabaikan. Tak seorang pun berniat mengabaikan Runi karena kenyataannya mereka sama sekali tidak melihatnya. Runi yang berniat menunjukkan mayat Pinus kepada rombongannya justru mendapati mayatnya sendiri. Ia tergeletak tepat di posisi dimana Pinus dibunuh. Namun tidak ada mayat lain di sana. Hanya dia!
Belakangan ini Runi merasa ada yang aneh dengan kehidupannya. Dimulai dari kasus kesurupan yang terjadi di kelasnya hingga yang terakhir teman dekatnya, Dian, hilang secara misterius saat mereka sedang berada di dalam lift sebuah mall. Yang membuat Runi sangat shock ternyata tidak ada rekaman cctv yang membuktikan bahwa ia berjalan dengan temannya ke lift.
Tentu saja Runi begitu yakin bahwa ia bersama temannya masuk ke dalam lift dan tiba-tiba saja temannya menghilang saat pintu lift terbuka. Runi segera menghubungi pihak keamanan dan mereka pun memeriksa rekaman cctv. Namun dalam rekaman tersebut, Runi hanya berjalan seorang diri sambil terlihat berbicara seolah-olah ada seseorang bersamanya.
Runi tidak peduli jika pada akhirnya ia dianggap hanya membuat sensasi. Bagaimanapun ia juga tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Saat Runi memeriksa handphonenya, barulah Runi tahu bahwa teman yang ia cari masih menunggunya di depan toilet.
Runi menceritakan apa yang ia alami kepada Dian dan tentu saja gadis itu tidak percaya. Meski begitu, Dian juga mengutarakan rasa herannya karena tidak menyadari Runi telah keluar dari toilet. Dian kemudian berkesimpulan bahwa dia mungkin tidak melihat saat sedang asik membuka sosmed.
Runi mencoba mengingat kembali apa yang ia alami. Ia pun seolah kembali terlempar ke waktu saat seorang teman di kelasnya mengalami kesurupan. Saat itu, gadis yang kesurupan itu menatap wajah Runi dan mengatakan sesuatu sambil tertawa. Sayangya, tidak ada yang mendengar dengan jelas apa yang dikatakan gaids itu. Meski begitu, Runi yakin bahwa ia melihat sosok lain dalam diri gadis tersebut.
Tak mau dipunsingkan dengan pengalaman aneh yang ia alami, Runi akhirnya memutuskan untuk ikut serta dengan teman-temannya berlibur ke hutan pinus yang terletak 40 km dari kampusnya. Setibanya di sana, semua orang terlihat bergembira menikmati keindahan yang disuguhkan hutan tersebut.
Tapi tidak begitu dengan Runi. Ia yang biasanya paling bahagia justru hanya diam dan mengamati sekelilingnya dengan seksama. Sesekali mencoba tersenyum namun seperti ada sesuatu yang mengganggu fikirannya. Runi akhirnya memutuskan untuk mencari ketenangannya sendiri.
Runi menyusuri jalan setapak yang berbeda arah dari kabanyakn temannya. Sepertinya tak seorang pun sadar bahwa Runi bergerak memisahkan diri. Sementara Runi, ia terus bergerak melewati jalanan tersebut seolah ada sesuatu yang menuntunnya ke sana. Sesuatu yang seolah berbisik di telinganya.
Runi tiba di depan sebuah villa kecil yang terletak di tengah-tengah hutan pinus. Bangunan tersebut terlihat kosong dan tidak terawat. Terdapat lumut di sebagian dindingnya dan sebagian besar dindingnya tidak lagi berwarna.
Untuk sesaat Runi berfikir bahwa mungkin bangunan itu adalah sebuah rumah kosong yang sudah lama ditinggalkan pemiliknya. Ia pun lantas memutuskan untuk pergi kembali ke rombongannya. Akan tetapi langkahnya terhenti saat ia mendengar suara tawa dari dalam bangunan itu.
Seiring dengan suara tawa anak kecil yang semakin jelas, hembusan angin pun menyapu seluruh halaman terbuka dari salah satu arah sehingga menerbangkan dedaunan yang menutupi tempat tersebut. Runi mencoba menutup rambutnya dan berlari ke arah bangunan tersebut.
Dengan sedikit perasaan takut, Runi mencoba memasukkan kepalanya dari salah satu jendela yang terbuka untuk mengamati isi bangunan tersebut. Mata Runi terbelalak saat mendapati bagian dalam bangunan itu masih begitu terawat. Ruangan yang ia amati terlihat bersih dan dari penampakannya pasti selalu dibersihkan setiap hari.
Runi menarik kepalanya kembali dan terkejut saat mendapati seorang gadis kecil di sebelahnya. Gadis itu tersenyum menyadari keterkejutan Runi. Runi lantas mencoba untuk membalas senyumnya dan meminta maaf karena telah mengintip ke dalam bangunan itu.
Gadis kecil itu pun hanya tersenyum dan kemudian menarik tangan Runi. Runi hanya menurut dan mengikuti kemana gadis kecil itu membawanya. Saat gadis itu membuka pintu, Runi pun menghentikan langkahnya.
"Apa kau tinggal di sini?", tanyanya.
"Ya. Aku menjaganya", jawab gadis itu bersemangat.
"Menjaganya? Kau bersama Ayahmu?"
"Tidak. Aku menjaganya sendiri"
"Sendiri? Di tengah hutan?", Runi mulai heran.
"Ayahku bekerja tak jauh dari sini. Tidak ada yang mengurus villa ini jadi Ia memintaku menjaganya."
"Kau juga tidur di sini?"
"Ya!"
"Sendiri?"
Gadis itu mengangguk. Untuk beberapa saat Runi bisa menangkap ekspresi murung di wajahnya. Runi lantas menanyakan nama gadis kecil itu. Ia bernama Pinus dan berusia enam tahun. Sang Ayah menamainya Pinus karena ia lahir di tengah hutan pinus dan sang Ayah sangat suka hutan pinus.
Selanjutnya perbincangan demi perbincangan pun terjadi. Runi yang awalnya merasa takut mulai merasa nyaman. Ia bahkan telah melihat hampir seluruh ruangan yang ada di dalam villa tersebut. Semuanya masih terlihat bersih dan terawat tidak seperti bagian luarnya. Hal itu membuat Runi takjub. Ia berfikir bagaimana gadis berusia enam tahun melakukannya.
"Pinus, apa kau tidak takut?", tanya Runi setelah sempat berhenti bicara beberapa lama.
"Tidak. Kamilah yang ditakuti".
Mendengar jawaban itu, Runi mencoba tersenyum karena ia fikir gadis itu pasti hanya bercanda.
"Kakak serius sayang"
"Aku juga serius. Orang-orang menjauhi kami, Itu sebabnya tidak ada yang mau berkunjung kemari. Padahal Ayah menyewakan beberapa kamar untuk menginap".
"Memangnya kenapa?", tanya Runi penasaran.
"Orang desa menyebut Ayah sebagai orang jahat. Mereka bilang Ayah pembunuh. Mereka tidak mengizinkan kami bergabung jadi Ayah dan aku tinggal di sini".
"Jadi Ayahmu akan pulang saat malam?".
"Tidak lagi. Dia tidak pernah pulang".
"Kenapa?"
Gadis kecil itu hanya menggeleng. Meski tidak tahu pasti apa yang terjadi, Runi akhirnya mencoba memeluk gadis itu dan memberinya semangat. Runi juga menawarkan gadis itu untuk ikut bersamanya karena ia merasa sangat kasihan.
"Hari sudah mulai gelap. Sebaiknya menginap di sini", ucap Pinus.
"Tapi kakak harus menemui rombongan kakak, mereka pasti khawatir". Runi mencoba memeriksa kembali handphonenya berharap akan ada jaringan untuk memberi kabar kepada teman-temannya. Namun sepertinya tidak ada tanda-tanda sinyal.
"Kita akan menemui mereka besok pagi" ucap Pinus.
Runi yang masih sibuk dengan handphonenya tiba-tiba menjadi heran karena suara Runi terdengar semakin jauh tapi ia tidak mendengar suara langkah kaki sama sekali. Saat Runi membalikkan badan, gadis kecil itu sudah tidak lagi ada di belakangnya dan pintu tertutup dengan keras.
Hal itu jelas membuat Runi panik karena ruangan tempat ia berdiri menjadi gelap secara tiba-tiba. Ia mencoba melihat keluar dari jendela namun di luar terlihat sama gelapnya. Ia merasakan udara di ruangan itu begitu pengap dan aromanya berubah menjadi busuk dalam seketika.
Runi mencoba berkali-kali memanggil Pinus sambil berusaha membuka pintu. Namun usahanya sia-sia dan tidak ada yang datang menghampirinya. Runi akhirnya menangis karena ketakutan dan terduduk tepat di belakang pintu sambil mengeluarkan handphone yang ternyata sudah mati kehabisan baterai.
Runi tidak tahu harus bagaimana karena ruangan itu sangat gelap dan ia bahkan harus berjuang untuk bernafas dengan udara yang begitu busuk. Di sela-sela tangisannya, Runi akhirnya mendengar suara lain yang datang tak jauh dari tempatnya.
Runi terdiam untuk memastikan apa yang ia dengar. Ia pun akhirnya sadar bahwa suara itu adalah suara tangisan Pinus. Suaranya tidak jauh dan seperti berasal dari dalam ruangan itu. Runi lantas mencoba meraba-raba dan merangkak mendekati sumber suara itu.
"Pinus? Kamu dimana?", tanya Runi dengan suara yang gemetaran.
Tidak ada jawaban karena gadis kecil itu masih terus menangis. Runi akhirnya berhasil menemukan Pinus setelah ada sebuah sumber cahaya yang menerobos ke dalam ruangan itu dari luar jendela. Runi tidak tahu pasti darimana asal cahaya itu tapi ia segera bergerak mendekati Pinus dan memeluknya.
Gadis kecil itu terlihat ketakutan. Ia memeluk kedua lututnya dengan wajah tertunduk. Untuk beberapa saat Runi menarik nafas dalam-dalam karena udara di ruangan itu tiba-tiba menjadi lebih segar. Tapi ia kembali panik karena mendengar suara jendela digedor dari luar.
Seiring dengan suara gedoran tersebut, Runi juga mendengar suara seorang pria dewasa yang berteriak memanggil nama Pinus. Dari nada suaranya, Runi mengerti bahwa pria itu sedang marah dan ingin menyakiti Pinus.
Runi melihat cahaya bergerak dari satu jendela ke jendala lain dan cahaya itu akhirnya berhenti di salah satu jendela yang berada tepat di depan mereka. Dari posisinya duduk, Runi bisa melihat sosok pria berbadan besar memegang senter berukuran besar mengamati ke dalam ruangan.
Sadar bahwa Pinus dalam bahaya, Runi lantas berusaha menarik Pinus untuk bersembunyi. Namun gadis itu sama sekali tidak mau bergerak dan tetap menangis tertunduk sambil memeluk kedua kakinya. Saat cahaya senter jatuh tepat ke arah Pinus, Runi telah bersembunyi di bawah meja tepat di sebelah Pinus.
Pria itu akhirnya tertawa setelah menemukan Pinus. Ia mengatakan banyak hal dalam bahasa yang tidak diketahui oleh Runi. Namun dari cara bicaranya, Runi mengerti bahwa pria itu berniat menyakiti Pinus. Sambil etrus mmeperhatikan gerak-gerik pria itu, Runi kembali mencoba menyuruh Pinus untuk bersembunyi.
Runi nyaris berteriak saat pria tersebut melemparkan sebuah batu besar untuk menghancurkan kaca jendela dan kemudian sebuah jeritan justru keluar dari mulut Pinus. Gadi kecil itu terlihat begitu ketakutan namun seolah tidak memiliki cara lain untuk menghindar.
Ketika pria berbadan besar itu berhasil masuk ke dalam dan berdiri tepat di depan Pinus, terlihat pinus mengangkat wajahnya dan memohon kepada pria tersebut. Runi terkejut saat Pinus memanggil pria tersebut dengan sebutan Ayah. Ia juga semakin terkejut saat melihat sang Ayah membawa kapak di tangan kirinya.
Runi mencoba untuk tidak bersuara karena takut pria itu akan melihatnya. Ia dapat mendengar dengan jelas detak jantungnya yang bergitu cepat. Dalam posisi tersebut, Runi sangat bingung apa yang harus ia lakukan. Ia tidak yakin dapat membantu Pinus melawan pria kejam itu.
Jeritan Runi akhirnya terpecah saat melihat pria itu dengan tanpa belas kasihan membantai putrinya sendiri. Ia bahkan tidak lagi mendengar jeritan kesakitan dari Pinus. Jeritan Runi akhirnya membongkar persembunyianya. Saat Ia lihat pria itu menatap ke arahnya dengan tatapan sinis, saat itulah Runi kehilangan kesadarannya.
Runi akhirnya terbangun setelah entah berapa lama ia jatuh pingsan. Ia menemukannya dirinya masih terduduk di bawah meja tempat terakhir ia bersembunyi. Ruangan tempat ia bersembunyi sudah gelap kembali dan begitu pengap.
Untuk beberapa saat Runi merasa bersyukur karena ternyata pria itu tidak menyakitinya. Namun mengingat pembantaian yang ia saksikan membuat Runi tak kuasa menahan tangis. Runi mencoba keluar dari kolong meja dan semakin ketakutan saat tangannya menyentuh cairan kental yang ia yakini adalah darah.
Runi akhirnya memberanikan diri untuk keluar dan mencari pertolongan. Ia keluar lewat jendela yang sama seperti pembunuh itu dan segera berlari untuk menyusuri hutan yang gelap. Runi akhirnya dapat berjalan dengan lebih pasti saat ia menemukan sebuah obor yang masih menyala tak jauh dari bangunan itu.
Belum jauh dari villa tersebut, Runi akhirnya berhasil menemukan rombongannya yang ternyata juga sedang berusaha mencarinya. Di antara rombongan tersebut juga terlihat beberapa polisi dan warga setempat.
Runi mendekati teman-temannya dan mencoba menjelaskan pembantaian yang ia saksikan. Meski kesal karena merasa diabaikan, namun Runi senang karena rombongan itu akhirnya terus berjalan menuju villa. Runi pun kembali berjalan tepat di belakag rombongan.
Untu sesaat Runi merasa sedih karena teman-temannya tampak begitu acuh dan tidak seorang pun memberikan pelukan atau semangat padanya. Mereka bahkan terlihat biasa saja saat menemukannya. Tak seorang pun bertanya apa yang telah terjadi padanya.
Setibanya di villa, Runi pun akhirnya tersadar mengapa ia diabaikan. Tak seorang pun berniat mengabaikan Runi karena kenyataannya mereka sama sekali tidak melihatnya. Runi yang berniat menunjukkan mayat Pinus kepada rombongannya justru mendapati mayatnya sendiri. Ia tergeletak tepat di posisi dimana Pinus dibunuh. Namun tidak ada mayat lain di sana. Hanya dia!
0 comments :
Post a Comment